Astagfirullah !!! Rais Aam dan Rais Syuriah Berbeda Di Sidang Ahok, NU Merasa Diadu Domba


Kesaksian KH Ahmad Ishomuddin di sidang penistaan agama dengan terdakwa Ahok, Selasa (21/3) berbuntut panjang. Meski kehadirannya atas nama pribadi bukan mewakili kedudukannya sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI dan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), tapi NU merasa sedang diadu domba.

KH Ahmad Ishomuddin yang biasa disapa Gus Ishom, kini terancam diturunkan pangkatnya baik di MUI maupun di NU akibat persoalan ini.

Seperti diketahui, dalam sidang yang digelar di auditorium Kementan itu, Gus Ishom menyatakan, putusan MUI yang menyatakan Ahok menista agama, kurang tepat. Sebab, MUI tidak melakukan klarifikasi atau tabayyun terhadap Ahok.

"Saya setuju poin tertentu, misalnya bahwa keharmonisan umat harus tetap terjaga, tapi pada keputusan yang merugikan orang lain tapi tidak tabbayun (klarifikasi), itu yang saya tidak sependapat," tegasnya.

Sikap MUI itu disebutnya, memicu masalah ini jadi semakin besar. Apalagi, arti kata "auliya" yang terdapat di surat Al-Maidah ayat 51 yang disebut Ahok, tidak mesti berarti pemimpin.

Gus Ishom mengaku sudah meriset 30 kitab tafsir. Tak satu pun yang menyebut arti auliya adalah pemimpin. Auliya diterjemahkan sebagai teman setia, penolong, aliansi pembantu keperluan orang-orang beriman. Menurutnya, asal-usul turunannya ayat Al-Maidah 51 ialah peperangan antara umat Islam dengan kaum Yahudi dan Nasrani pada zaman Nabi Muhammad.

Hakim kemudian bertanya, jika menjadikan teman setia saja tak boleh, bagaimana dengan pemimpin? Gus Ishom bilang, alasan hukumnya keliru. Menurutnya, surat Al-Maidah 51 hanya dapat diterapkan dalam konteks peperangan saat terjadi puncak permusuhan. Jadi bukan untuk menyerang atau merendahkan lawan politik, misalnya dalam kampanye.

"Lalu kapan seseorang bisa dikatakan membohongi dengan Al-Maidah ayat 51?" tanya hakim. "Jika ayat itu digunakan dalam konteks pemilihan gubernur, karena ia tidak ada kaitannya dengan itu," terang pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI ini.

Gus Ishom pun berani menyimpulkan bahwa Ahok sama sekali tak pernah menistakan Al Maidah 51, juga tak meistakan ulama.

Kesaksian Gus Ishom ini berbanding terbalik dengan kesaksian Rais Am Syuriah PBNU yang juga Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, di sidang penistaan agama, 31 Januari lalu.

Menurut Ma'ruf, menindaklanjuti keluhan umat soal pernyataan Ahok soal "dibohongi pakai surat Al-Maidah", pihaknya langsung membentuk 4 tim; komisi fatwa, pengkajian, Humkam dan Infokom untuk melakukan pembahasan dan penelitian. Hasilnya dilaporkan ke pengurus harian inti yang berjumlah 20 orang. MUI melakukan pembahasan mulai dari 1 sampai 11 Oktober 2016.

"Kesimpulannya, ucapan (Ahok) itu mengandung penghinaan terhadap Alquran dan ulama," ujar Ma'ruf. Dari kesimpulan itu, MUI mengeluarkan produk berupa keputusan pendapat dan sikap keagaaman MUI.

Soal perbedaana kesaksian dengan KH Ma'ruf Amin, Gus Ishom punya pembelaan. Menurutnya, dalam Islam perbedaan agama yang dipahami sangat toleran dengan perbedaan pendapat. "Apalagi di NU sebuah organisai besar yang para ulamanya sangat terbiasa membaca kitab-kitab fikih yang didalamnya dipenuhi perbedaan," ujarnya.


Karena itu dia membantah kesaksiannya disebut sebagai pembangkangan terhadap KH. Ma'ruf Amin. "Perbedaan itu bukan berarti saya tidak taat terhadap KH Ma'ruf Amin karena saya memang membantu KH Ma'ruf Amin," tandasnya.

Kendati Gus Ishom memastikan kehadirannya atas nama pribadi, dan juga bukan melawan keputusan MUI dan KH Ma'ruf sebagai Rais Aam PB NU, Wakil Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar tetap menyayangkan kesaksian Gus Ishom.

Menurut dia, majelis Syuriah sudah memperingatkan Gus Ishom agar tidak menjadi saksi dalam kasus tersebut. Bahkan, lanjut Akhyar, pihaknya juga sudah memperingatkan agar Gus Ishom tak masuk ke lingkaran Ahok.

Alasannya, jika ini terjadi, publik bisa melihat seakan-akan NU beda suara dan seperti diadu domba. "Kami sudah memperingatkan, tapi beliau masih datang (jadi saksi). Artinya Syuriah sudah tidak dianggap, tidak punya gigi lagi," ungkap Ahyar saat dikontak Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Akhyar, pengurus Rais Syuriah PBNU sudah rapat dan memutuskan untuk menurunkan posisi Gus Ishom dari Rois Syuriah PBNU ke Tanfidziyah. "Sebelum memberi sangsi, kami masih harus rapat lagi," terangnya.

MUI juga bersikap keras. Wasekjen MUI Tengku Zulkarnain menyatakan, tak mengerti maksud dihadirkannya Gus Ishom sebagai saksi dalam kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok.

"Saya tak mau menuduh. Tapi ada keanehan. Kalau memang ini upaya adu domba, kok Ishomuddin mau maju, malah melawan arus," ujar Zulkarnain saat dihubungi Rakyat Merdeka, semalam.

Tengku menegaskan, sikap MUI adalah murni sikap keagamaan, bukan sikap politik. Karena itu dia menolak pendapat Ishomuddin yang menyatakan sikap keagamaan ini yang memecah belah.

"Yang pemecah belah itu kan penista Al-Qur'an. Ini murni pernyataan kegamaan. Bukan kami yang masuk ke politik, tapi Ahoknya yang masuk ke bidang agama." [rmol]
posmetro.info

Subscribe to receive free email updates: