Persamaan dan Perbedaan Antara Warga Korban Penggusuran dan Warteg Ibu Eni Tangerang
Gambar nomor 1 di sebelah kiri, saya dapatkan dari situs Sindonews dengan judul "Histeria Warga Saat Penggusuran Kawasan Luar Batang"
Sedangkan gambar nomor 2 di sebelah kanan, sudah terpampang jelas sumbernya dari Kompas dengan judul "Warung Makan Dirazia"
Jika dilihat, kedua kejadian di atas sebenarnya memiliki persamaan; yaitu sama2 Rakyat Kecil yang tengah berhadapan dengan Satpol PP.
Hanya saja, meskipun serupa tapi tidak sama.
Di mana letak perbedaannya?
- Kasus pertama adalah kasus yang menimpa sebuah Warga, ratusan, bahkan mungkin ribuan orang. Sedangkan kasus kedua hanya menimpa satu orang saja, tak lebih.
- Kasus pertama adalah penggusuran, yaitu menggeser warga dari tempat tinggal mereka. Sedangkan kasus kedua hanya Razia, yaitu pemeriksaan atau penggrebekan sebuah tempat, tanpa mengusir sang pemilik tempat.
- Kasus pertama menuai respon yang monoton dan datar2 saja, tak terlalu heboh. Sedangkan kasus kedua menuai badai protes dan respon reaksioner yang meledak-ledak dari masyarakat.
- Kasus pertama, para Wong Cilik yang kena gusur itu entah mendapat simpati dari Netizen berapa gepok duit saya gak tahu. Sedangkan kasus kedua, hingga saat ini saja sudah mendapat empati dan santunan 100 juta lebih dari Netizen. Wow banget gak sih?
Lantas mengapa perbedaan yang mencolok ini terjadi? Dan siapa yang mem-blow-up semua ini?
Mengapa satu orang dapat membuat geger dunia sedangkan ribuan orang tak mampu menggetarkan hati kita?
Jawabannya sederhana, karena kasus yang pertama tak ada kaitannya dengan syariat, sedangkan kasus kedua kental berhubungan dengan nuansa syariat.
Mari kita melawan lupa, dan mengabsen modus2 yang serupa…
Masih ingat kan; seorang Dai yang dibully habis2an gara-gara poligami dua istri, namun pada saat yang sama, orang yang selingkuh akan tetap menjadi pujaan, dan orang yang poligami 10 istri tetap tak mendapat kecaman.
Jadi sebenarnya bukan anti poligami, tapi anti syariat.
Masih ingat kan; aktifis Muhammadiyah yang dituduh teroris, ditangkap serampangan, lalu pulang2 tinggal jasadnya. Tapi saat teroris pelaku peledakan bom Mall Alam Sutera adalah non-Muslim, ia ditangkap dengan baik-baik, disenyumin, dituntun dengan sopan.
Jadi sebenarnya bukan anti teroris, tapi anti muslim yang diklaim teroris.
Masih ingat kan; penjual es kelapa yang kontan langsung ditangkap karena memakai kaos bertuliskan Syahadat, tapi beberapa orang yang pakai atribut palu-arit masih bisa berkeliaran bebas.
Jadi sebenarnya bukan anti ideologi yang mengancam Pancasila, tapi anti ideologi berbau syariat (padahal baru "berbau" saja, tidak benar2 syariat).
Intinya, Agama kita ini sedang diserang. Bukan oleh siapa-siapa, tapi oleh Kebodohan diri kita sendiri, dan oleh ketidak-adilan serta hipokrasi standar ganda yang kita amini.
Dajjal itu hanya menebar umpan, kita yang memakannya. Media itu hanya menggiring opini, kitanya saja yang genetiknya mudah dikelabui.
Maka perjuangkanlah Syariat, meskipun dengan sebuah kalimat. Untuk sekedar meninggalkan jejak di dunia, guna menjadi bukti di akhirat, bahwa kita pernah berupaya membela Agama dan Syariat.
Semoga itu dapat membawa manfaat serta syafa'at, bagi kita di hari kiamat...
Sumber: M Fathurrahman