Beredar, Foto Label Harga Rokok Rp. 50 Ribu sampai Rp 134 Ribu per Bungkus Jadi Viral
Beberapa foto harga rokok selangit jadi viral di Facebook, kontan foto tersebut bikin kaget. Benarkah harga rokok segitu?
Kabar rokok dengan harga Rp 50 ribu sebungkus jadi berita yang menggembirakan bagi warga antirokok namun sebaliknya jadi momok bagi para perokok.
Beberapa foto label harga yang biasanya terpampang di sebuah minimarket terkenal menunjukkan harga rokok yang mencengangkan.
Beberapa merek rokok sebelumnya memiliki harga antara Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu namun pada foto yang beredar menunjukkan kenaikan beberapa kali lipat.
Rokok merek Gudang Garam Filter misalnya pada label tersebut tercantum dengan harga Rp 59 ribu padahal harga di pasaran antara Rp 14.500 hingga Rp 16 ribu.
Sementara anehnya harga rokok merek Class Mild yang di pasaran harganya lebih murah dari Gudang Garam Filter yakni Rp 10 ribu pad alabel tersebut justru memiliki harga lebih tinggi yakni Rp 69.500.
Foto kedua rokok Marlboro isi 20 batang di pasaran saat ini memiliki harga Rp 19 ribu pada foto tersebut terpampang harganya Rp 122.500 dan kemasan warna putih dibanderol Rp 123.500.
Sementara harga rokok Sampoerna A Mild per 16 batang yang di pasaran saat ini harganya Rp 18 ribu, pada label tertera harga fantastis untuk kemasan khusus, yakni Rp 134.000, dan kemasan biasa Rp 113.750.
Tentu saja, label harga rokok tersebut mendadak jadi viral dan jadi bahan candaan antarpemilik akun media sosial.
Apakah itu benar? Bisa dipastikan, itu hanya ulah iseng pegawai minimarket yang memasang label, lalu memotretnya dan mengunggah di Facebook, sehingga jadi viral.
Harga rokok di Indonesia paling murah
Murahnya harga rokok dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia.
Dengan harga rokok di bawah Rp 20.000, orang yang kurang mampu dan anak-anak usia sekolah tidak keberatan mengeluarkan uang untuk membeli rokok.
Untuk itu, menurut Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, harga rokok seharusnya dinaikkan setidaknya menjadi dua kali lipat.
"Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu," ujar Hasbullah dalam acara 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam, seperti dikutip dari Kompas.com.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan rekannya, sejumlah perokok pun akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat. Survei dilakukan terhadap 1.000 orang melalui telepon dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016.
"Sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok, kalau harga rokok di atas Rp 50.000," ungkap Hasbullah.
Hasil studi juga menunjukkan, 76 persen perokok setuju jika harga rokok dan cukai dinaikkan.
Hasbullah mengatakan, strategi menaikkan harga dan cukai rokok pun sudah terbukti efektif menurunkan jumlah perokok di beberapa negara.
Harga rokok di Indonesia memang paling murah dibanding negara lain.
Di Singapura, misalnya, harga sebungkus rokok bisa mencapai Rp 120.000. Di Indonesia, hanya Rp 12.000 sudah bisa mendapat satu bungkus rokok.
Tingginya jumlah perokok di Indonesia meningkatkan beban ekonomi karena banyak masyarakat yang sakit-sakitan.
Sedangkan, peningkatan harga rokok dan cukai pun bisa meningkatkan pendapatan negara. Pendapatan itu bisa digunakan untuk kesehatan.
"Kalau rokok dinaikkan dua kali lipat jadi Rp 50.000, paling tidak ada tambahan dana 70 triliun untuk bidang kesehatan," lanjut Hasbullah.
Menurut Hasbullah, butuh keberanian Presiden Joko Widodo untuk menaikkan harga dan cukai rokok. Hasbullah pun berencana bertemu Menteri Keuangan yang baru dilantik, Sri Mulyani, dalam waktu dekat untuk membahas hal itu.
Sumber: tribunews.com
Kabar rokok dengan harga Rp 50 ribu sebungkus jadi berita yang menggembirakan bagi warga antirokok namun sebaliknya jadi momok bagi para perokok.
Beberapa foto label harga yang biasanya terpampang di sebuah minimarket terkenal menunjukkan harga rokok yang mencengangkan.
Beberapa merek rokok sebelumnya memiliki harga antara Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu namun pada foto yang beredar menunjukkan kenaikan beberapa kali lipat.
Rokok merek Gudang Garam Filter misalnya pada label tersebut tercantum dengan harga Rp 59 ribu padahal harga di pasaran antara Rp 14.500 hingga Rp 16 ribu.
Sementara anehnya harga rokok merek Class Mild yang di pasaran harganya lebih murah dari Gudang Garam Filter yakni Rp 10 ribu pad alabel tersebut justru memiliki harga lebih tinggi yakni Rp 69.500.
Foto kedua rokok Marlboro isi 20 batang di pasaran saat ini memiliki harga Rp 19 ribu pada foto tersebut terpampang harganya Rp 122.500 dan kemasan warna putih dibanderol Rp 123.500.
Sementara harga rokok Sampoerna A Mild per 16 batang yang di pasaran saat ini harganya Rp 18 ribu, pada label tertera harga fantastis untuk kemasan khusus, yakni Rp 134.000, dan kemasan biasa Rp 113.750.
Tentu saja, label harga rokok tersebut mendadak jadi viral dan jadi bahan candaan antarpemilik akun media sosial.
Apakah itu benar? Bisa dipastikan, itu hanya ulah iseng pegawai minimarket yang memasang label, lalu memotretnya dan mengunggah di Facebook, sehingga jadi viral.
Harga rokok di Indonesia paling murah
Murahnya harga rokok dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia.
Dengan harga rokok di bawah Rp 20.000, orang yang kurang mampu dan anak-anak usia sekolah tidak keberatan mengeluarkan uang untuk membeli rokok.
Untuk itu, menurut Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, harga rokok seharusnya dinaikkan setidaknya menjadi dua kali lipat.
"Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu," ujar Hasbullah dalam acara 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam, seperti dikutip dari Kompas.com.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan rekannya, sejumlah perokok pun akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat. Survei dilakukan terhadap 1.000 orang melalui telepon dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016.
"Sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok, kalau harga rokok di atas Rp 50.000," ungkap Hasbullah.
Hasil studi juga menunjukkan, 76 persen perokok setuju jika harga rokok dan cukai dinaikkan.
Hasbullah mengatakan, strategi menaikkan harga dan cukai rokok pun sudah terbukti efektif menurunkan jumlah perokok di beberapa negara.
Harga rokok di Indonesia memang paling murah dibanding negara lain.
Di Singapura, misalnya, harga sebungkus rokok bisa mencapai Rp 120.000. Di Indonesia, hanya Rp 12.000 sudah bisa mendapat satu bungkus rokok.
Tingginya jumlah perokok di Indonesia meningkatkan beban ekonomi karena banyak masyarakat yang sakit-sakitan.
Sedangkan, peningkatan harga rokok dan cukai pun bisa meningkatkan pendapatan negara. Pendapatan itu bisa digunakan untuk kesehatan.
"Kalau rokok dinaikkan dua kali lipat jadi Rp 50.000, paling tidak ada tambahan dana 70 triliun untuk bidang kesehatan," lanjut Hasbullah.
Menurut Hasbullah, butuh keberanian Presiden Joko Widodo untuk menaikkan harga dan cukai rokok. Hasbullah pun berencana bertemu Menteri Keuangan yang baru dilantik, Sri Mulyani, dalam waktu dekat untuk membahas hal itu.
Sumber: tribunews.com