Tuntut PBNU Dibersihkan dari PKI, Syiah dan Liberal, Kiai-Kiai Desak Said Aqil Mundur
Tuntut PBNU Dibersihkan dari PKI, Syiah dan Liberal, Kiai-Kiai Desak Said Aqil Mundur
Gelombang penolakan para kiai terhadap KH Said Aqil Sirodj sebagai ketua umum PBNU semakin besar. Dalam Halaqah Kiai dan Ulama Pesantren se-Indonesia di Pesantren Al-Hidayah, Plumbon, Batang, Jawa Tengah, 16 Mei 2016, para pengasuh Pondok Pesantren dan pengurus NU bahkan menuntut Kang Said – panggilan KH Said Aqil Sirodj – mundur dari PBNU.
Mereka juga menuntut agar PBNU dibersihkan dari unsur PKI, Syiah dan Islam Liberal. ”Menuntut KH Said Aqil Sirodj untuk mengundurkan diri dari Ketua Umum PBNU karena tidak dipilih sesuai ketentuan organisasi dan telah terbukti menyelewengkan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah an-Nahdliyah melalui beberapa penelitian ilmiah,” demikian salah satu poin hasil kesepakatan bersama para kiai yang dibacakan oleh KH Sulton Syair, pengasuh pondok pesanren Al-Hidayah Batang Jawa Tengah.
Dalam halaqah itu tampak para kiai dari berbagai pondok pesantren besar seperti Pesantren Buntet Cirebon, Pesantren Cipasung Jawa Barat, Pesantren Sukorejo Situbondo, Pesantren Sidogiri Jawa Timur dan sebagainya.
Juga tampak Ketua PWNU Jawa Tengah Dr KH Abu Hafsin, Wakil Rais Syuriah PWNU Jateng, Dr KH Muhammad Adnan dan para kiai lain dari lintas PWNU.
Para kiai itu juga menganggap bahwa hingga sekarang PBNU belum ada Rais Am dan Ketua Umumnya karena pemilihan Rais Am dan Ketua Umum dalam Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang tak sesuai AD/ART. Karena itu perlu pemilihan lanjutan.
“Melanjutkan agenda pemilihan Rais Am dan ketua umum PBNU yang belum dilaksanakan dalam Muktamar NU ke-33 sebagaimana diatur AD/ART Nahdlatul Ulama Muktamar Makassar,” tegas Kiai Sulton Syair.
Dalam pernyataan sikap bersama itu para kiai juga meminta ulama pesantren terus berjuang meneguhkan paham Ahlus Sunnah Waljamaah (Aswaja). Selain itu juga berperan dalam perjuangan bangsa. “Mengajak para ulama pesantren untuk mengkritisi dan memberi sumbangsih perbaikan bangsa,” tegasnya
Sementara KH A Hasyim Muzadi ketika memberi pengantar halaqah menyampaikan pertanyaan menggelitik: mampukah NU menghadapi persoalan bangsa sementara rumah tangga NU sendiri bermasalah?
Menurut pengasuh pesantren mahasiswa al-Hikam Depok Jawa Barat itu kini Indonesia sedang menghadapi banyak tantangan baik internal maupun eksternal. ”Baik tantangan ideologi yang berpotensi memecah kehidupan bernegara hingga tantangan politik, ekonomi, kebudayaan dan moral,” katanya.
Menurut dia, munculnya berbagai aliran dan paham keagamaan yang masuk bersamaan dengan era keterbukaan dan reformasi menjadikan paham Aswaja seperti paham asing di negeri sendiri. ”Ini akan menjadi ancaman nyata bagi eksistensi Nahdhatul Ulama,” tegas anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu.
Kiai Hasyim sangat menyayangkan karena pada kondisi bangsa berada dalam keadaan kritis, NU masih dihadapkan dengan persoalan rumah tangga sehingga banyak program dan agenda strategis yang tidak berjalan dengan baik. ”NU tidak lagi berperan sebagai jimat yang senantiasa mampu menyelesaikan persoalan bangsa karena dalam tubuh NU sendiri juga sedang ada persoalan,” katanya.
Menurut dia, untuk mengembalikan kebesaran dan kejayaan NU maka forum kiai dan ulama pesantren se-Indonesia ini harus mengajak seluruh komponen NU baik struktural maupun kultural kembali pada khittah 1926.
”NU harus punya itikad untuk menjernihkan kembali manhaj dan fikrah Ahlusunnah Wal Jamaah,” katanya.
NU – kata dia – juga harus memformulasikan dan mengembangkan Aswaja yang sejalan dengan tantangan modernitas. Upaya pengembangan Aswaja harus dilakukan tanpa menyeleweng dari fikrah nahdhiyyah untuk menghadapi kemajuan zaman.
”NU harus mampu melepaskan diri dari jebakan politik praktis agar NU dapat menjaga kemandiriannya,” katanya sembari menegaskan bahwa NU harus mengacu kepada mabadi’ khoiru ummah (prinsip-prinsip untuk membangun kebaikan dan kesejahteraan umat) dengan cara penguatan gerakan sosial, ekonomi dan pendidikan. (tim)
Sumber: bangsaonline.com