Ahok dan Raja Salman


Kedatangan Raja Salman pada (01\03) dimanfaatkan oleh pendukung-pendukung Ahok untuk menaikkan kredibilitas politik Ahok. Hal tersebut terlihat mereka mengomentari foto Ahok bersalaman dengan raja Salman yang menyebar di sosial media.

Ahok sendiripun mem-posting foto itu di twitternya. “Mendampingi Presiden Joko Widodo menyambut raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud,” tulis Ahok di akun twitternya dan menjadi viral dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kredibilitas politik oleh pendukungnya.
Lebih jauh lagi, para pendukung Ahok menyimpulkan opini bahwa kejadian bersalaman tersebut sebuah bukti bahwa Ahok tidak bersalah dalam kasus yang menjadikan dia terdakwa, kasus penistaan agama.

“Menunjukkan kenyataan bahwa pak @basuki_btp menghormati agama apa pun, tidak seperti yang dicoba dituduhkan orang-orang tertentu,” tulis Jujung Tedi saat mengomentari foto Ahok bersalaman.
Namun, Wakil Ketua Umum PERSIS (Persatuan Islam) Jeje Zaenuddin membantah bahwa momen bersalaman Ahok dengan Raja Salman akan meningkatkan kredibilitas politik Ahok.
“Saya kira tidak ada efek dari salaman Ahok dengan Raja Salman,” ujarnya saat dihubungi Mediaumat.com.

Jeje menjelaskan bahwa pemilih di pilkada Jakarta sudah menetapkan pilihan sebelum datang Raja Salman.

“Tapi akan lain apabila Ahok masuk Islam,” katanya.

Anak Emaskan Ahok ? 

Bukan hanya momen “bersalaman” saja yang dimanfaatkan untuk kredibilitas politik Ahok, terdakwa penista agama itu pernah duduk berdampingan dengan Presiden Jokowi dalam mobil RI 1 untuk meninjau salah satu proyek di Jakarta.

Presiden Joko Widodo terlihat asyik berdiskusi dengan Ahok saat meninjau proyek Simpang Susun Semanggi, Jakarta, Kamis (23/2), kejadian tersebut bisa menimbulkan pengaruh politik.
Juru  Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto mengatakan akan ada pengaruh politik yang berbahaya. Aparat hukum yang sedang menangani kasus Ahok,  seolah melihat dukungan Presiden terhadap terdakwa.

“Nah, ini kejadian Ahok bersama presiden duduk satu mobil ini, akan mempengaruhi proses hukum, karena dalam konteks politik ini merupakan sinyal. Dan tidak bisa diartikan baik,” ujarnya.
Presiden juga dinilai tidak konsisten dengan pernyataannya yang akan menegakkan hukum, dan menghormati hukum seadil-adilnya.

“Ini bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh presiden sendiri bahwa hukum itu tegas, dia sendiri tidak tegas,” kata Ismail.

Ismail mengatakan dalam sejarah hukum di Indonesia semua penista agama masuk dalam bui. “Bahkan permadi sebelum jadi tersangka sudah masuk penjara,” ungkapnya.
Maka wajar apabila pemerintah dinilai mengistimewakan terdakwa kasus penistaan agama terutama saat publik melihat kejadian ini.  “Presiden menganakemaskan Ahok,” jelas Ismail. (mediaumat.com, 3/3/2017)

HT.or.id

Subscribe to receive free email updates: