Wapres JK Ternyata Lebih Kritis Terhadap Speaker Masjid Daripada LGBT
LGBT, tetap menjadi salah satu pokok bahasan yang paling menarik untuk saat ini. Tak hanya pejabat pemerintah, politisi, praktisi hukum, ataupun aktivis, masyarakat umum seperti kita pun turut beropini terkait perilaku penyimpangan seksual yang kian marak belakangan ini.
Salah satu pejabat pemerintah yang sedang di sorot oleh Netizen, saat ini adalah Wakil Presiden, Jusuf Kalla. Statement JK yang dimuat dibeberapa media Nasional, yang menyatakan bahwa pemerintah tak bisa campur tangan, karena persoalan LGBT adalah hak individual atau perorangan.
Banyak Netizen yang lalu membandingkan sikap JK terkait LGBT, dengan kritikan-kritikan JK yang selama ini dialamatkan pada sarana syiar umat Islam, yaitu Speaker atau Toa. Wapres menilai suara speaker disetiap menjelang azan subuh yang diiringi pengajian kerap mengganggu kenyamanan publik.
JK pun sempat menyatakan bahwa konflik di Tolikara, Papua yang berujung pada pembakaran sebuah masjid ini adalah ulah dari suara speaker. Meski akhirnya JK meralat tuduhan itu, seiring dengan derasnya kritikan demi kritikan yang mengarah ke dirinya.
Tragedi di Tolikara, memang sempat mencederai kerukunan umat beragama di Papua. Presiden Jokowi pun lantas mengundang aktivis GIDI ke Istana untuk “mendamaikan” konflik ini. Kabarnya beberapa aktivis GIDI, yang menjadi provokator dan pelaku dalam insiden ini hanya dihukum selama dua bulan saja.
Berbeda sikap dengan masalah speaker, Wapres JK sendiri memang terlihat lebih lunak dalam menyikapi persoalan LGBT. Menurutnya LGBT adalah hak pribadi seseorang, selama yang bersangkutan tidak mengajak orang lain untuk mengikuti kemauannya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari perilaku LGBT ini.
Namun publik menilai, sebagai Wakil Presiden, JK diharapkan bisa mengeluarkan pernyataan yang lebih tegas. Jika perlu, mesti ada larangan ataupun batasan tertentu pada perilaku LGBT, seperti halnya statement JK yang ingin mengatur “jam operasional” dari speaker atau Toa di mesjid-mesjid dan mushola.
Sebagian masyarakat berharap pemerintah tak perlu takut ataupun segan untuk mengeluarkan larangan ataupun aturan terkait LGBT. Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam adalah negara-negara “kecil” yang sudah mengeluarkan sikap resminya terhadap LGBT.
Sebegitu besarkah dampak buruk dari Speaker dibanding LGBT ?