Astagfirullah, Kasus Siyono Berpotensi Terulang
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melantik kepengurusan baru. Ketua KontraS yang tadinya dijabat oleh Haris Azhar, kini posisinya sudah digantikan oleh Koordinator Yati Andriani.
Terkait masalah Terorisme, Yati mengatakan bahwa penanganan terorisme selama ini oleh aparat penegak hukum masihlah kurang tepat. Banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam penindakannya.
“Untuk kasus-kasus terorisme ini, mekanisme koreksi terhadap pelanggaran HAM dalam praktek-praktek pemberantasan terorisme masih belum ada, karenanya situasi ini membuat masyarakat yang terkena kekerasan dari aparat itu (dalam kasus terorisme, red) menjadi pesimis untuk menggunakan mekanisme hukum yang ada,” ungkapnya di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Selasa (14/3).
Lalu, spesifik soal kasus Siyono, ia mengatakan bahwa pihak KontraS telah melakukan upaya-upaya yang dinilai bisa membantu keluarga untuk mencari keadilan dari terbunuhnya Imam masjid Muniroh, Pogung, Klaten ini.
“Kita sudah melaporkan tindakan aparat ke pihak-pihak terkait, dan juga kita sudah laporkan secara pidana, tapi belum ada tindak lanjut dan belum ada perkembanganya. Kita pun juga sudah minta Komnas HAM untuk mengawasi, tapi mereka juga belum memberikan kabar terbaru,” ungkapnya.
Ia kembali menegaskan bahwa dalam kasus penanganan terorisme di Indonesia ini belum jelas mekanismenya, dan selama ini mekanisme yang diterapkan adalah mekanisme pidana.
“Sampai saat ini belum jelas mekanismenya, karena mekanisme yang dipakai kan hanya mekanisme pidana, dalam kasus Siyono, kita membuat laporan pidana, tapi kita juga menanyakan tindak lanjutnya seperti apa,” ungkapnya.
Yati menyebut, dalam sistem anti teror saja sudah salah duluan, terlihat dari sistem pengawasan, apakah sudah ada sistemnya ketika terjadi penyalahgunaan atau terjadi pelanggaran yang dilakukan Densus 88 atau intitusi lain dalam konteks pemberantasan terorisme.
“Kita tidak punya sistem pengawasan apabila terjadi penyalahgunaan atau terjadi pelanggaran yang dilakukan Densus atau institusi yang lain dalam konteks pemberantasan terorisme. Ketika sistem dan pengawasan seperti ini tidak ada, maka akan sangat berpotensi kasus seperti Siyono ini akan terulang kembali,” pungkasnya.
Kiblat.net